Senin, 24 Oktober 2011

Mitsaqon Gholidza dan Hubungannya dengan Membangun Ketahanan Keluarga (1)

Pendahuluan

Akad nikah itu bersifat suci dan mengandung dimensi vertikal disamping horizontal, oleh karena itu meski akad nikah juga merupakan kotrak antara dua pihak, tetapi ia bersifat suci, ilahiyah, dan spiritual. Oleh karena itu tidak dibolehkan adanya nikah muaqqot yang dibatasi oleh waktu sesuai dengan perjanjian. Akad nikah harus berdimensi selama hayat dikandung badan , meski di tengah jalan, agama membolehkan adanya perceraian jika keadaan tidak lagi kondusip untuk meneruskan akad itu. Dari beratnya bobot akad nikah itu maka sebagian ulama menyebutnya sebagai mitsaqon gholidzo, sebagai perjanjian yang dimensinya sangat berbobot. Dari sisi itu maka jika nikah dipandang sebagai ibadah dan mengikuti sunah Rasul maka orang yang menikah dengan niat negatip dihukumi sebagai perbuatan haram.


Problem Mengemudi Bahtera Rumah Tangga
Hidup berumah tangga bagaikan mengemudi bahtera di tengah samudera luas. Lautan kehidupan seperti tak bertepi, dan medan hamparan kehidupan sering tiba-tiba berubah. Memasuki lembaran baru hidup berkeluarga biasanya dipandang sebagai pintu kebahagiaan. Segala macam harapan kebahagiaan ditumpahkan pada lembaga keluarga. Akan tetapi setelah periode “impian indah” terlampaui orang harus menghadapi realita kehidupan. Sunnah kehidupan ternyata adalah “problem”. Kehidupan manusia, tak terkecuali dalam lingkup keluarga adalah problem, problem sepanjang masa. Tidak ada seorangpun yang hidupnya terbebas dari problem, tetapi ukuran keberhasilan hidup justeru terletak pada kemampuan seseorang mengatasi problem. Sebaik-baik mukmin adalah orang yang selalu diuji tetapi lulus terus, khiyar al mu’min mufattanun tawwabun.(hadis). Problem itu sendiri juga merupakan ujian dari Tuhan, siapa diantara ,mereka yang berfikir positip, sehingga dari problem itu justeru lahir nilai kebaikan, liyabluwakum ayyukum ahsanu `amala (Q/67:2) liyabluwakum fi ma a ta kum (Q/6:165)

Awal Akhir Problem Hidup Berumah Tangga
Menurut hadis Nabi, menemukan pasangan yang cocok (saleh/salihah) dalam hidup berumah tangga berarti sudah meraih separoh urusan agama, separoh yang lain tersebar di berbagai bidang kehidupan. Hadits ini mengambarkan bahwa “rumah tangga” itu serius dan strategis. Kekeliruan orientasi, keliru jalan masuk, keliru persepsi, keliru problem solving dalam hidup rumah tangga akan membawa implikasi yang sangat luas. Oleh karena itu problem hidup berumah tanga adalah problem sepanjang zaman, dari sejak problem penyesuaian diri, problem aktualisasi diri, nanti meluas ke problem anak, problem mantu, cucu dan bahkan tak jarang suami isteri yang sudah berusia di atas 60 masih juga disibukkan oleh problem komunikasi suami isteri, hingga kakek dan nenek itu pisah ranjang.

Artikel dari : Mubarok Institute


Minggu, 09 Oktober 2011

Melebur Dosa

Oleh Ustadz Samson Rahman


Suatu saat seorang ulama garda depan Bashrah mendapatkan seorang pemuda meminta resep mujarab pelebur dosa pada seorang dokter. Dan, dokter memerintahkannya untuk melakukan hal-hal berikut.

Ambillah akar pohon kefakiran pada Allah berikut akar tawadhu yang tulus dan ikhlas kepada Allah. Jadikan taubat sebagai campurannya, celupkan dalam wadah rida atas semua takdir Allah. Aduklah dengan adukan qanaah terhadap apa yang Allah berikan kepada kita. Masukkan dalam kuali takwa. Tuangkan ke dalamnya air rasa malu lalu didihkanlah dengan api cinta dan masukkan dalam adonan syukur serta keringkan dengan kipasan harap lalu minumlah dengan sendok pujian (hamdalah).


Banyak orang berlaku dosa dan durjana kepada Allah karena merasa cukup pada kemampuan dirinya seakan tak lagi butuh pada siapa pun, termasuk pada Sang Mahakaya. Dia beranggapan bahwa semua yang dia dapatkan adalah berkat hasil dari kekuatan pikirannya, kemumpunian ilmunya, dan kejernihan kalkulasinya. Inilah yang menimpa Qarun yang angkuh dengan harta yang dimilikinya yang kemudian Allah turunkan azab padanya dengan ditelannya dia oleh bumi yang tidak lagi suka pada kecongkakan yang dia pamerkan sehingga membuat bumi gerah.

Sumber dosa lainnya adalah ketidakridaan dengan apa yang Allah tetapkan pada dirinya. Bibirnya belepotan keluhan, bahkan gugatan kepada Allah mengapa Dia tidak memberikan yang "terbaik" menurut pandangan dan persepsinya.

Dia menyangka bahwa apa yang dia alami saat ini tidaklah tepat bagi dirinya. Lambat kembali kepada Allah adalah dosa kronis lainnya. Dosa mengendap karena kita suka menunda taubat yang seharusnya dipercepat.

Padahal Allah berfirman, "Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (QS at-Taubah : 104).

Rasa tidak puas dengan apa yang Allah karuniakan pada kita adalah penyakit jiwa kronis lain yang melahirkan buruk sangka kepada Allah. Volume syukur mengecil yang kemudian membuahkan ketamakan.

Ketakwaan akan semakin sarat makna saat pendorongnya adalah mahabbah cinta pada Allah dengan sepenuh jiwa yang tidak lagi berpikir untung rugi dalam menjalankan perintah-Nya. Semangat cinta yang membakar hatinya akan senantiasa menggerakkannya untuk senantiasa dekat merapat dan bergiat untuk merengkuh rida kasih-Nya, mereguk cawan rahmat-Nya. Rasa cintanya yang menggelegak pada Allah akan senantiasa membuat hidup lebih terasa dengan langkah pasti menuju Sang Kekasih. Cawan cintanya senantiasa tumpah ruah dengan air mata takwa, rida, qanaah, taubat, syukur, tawakal, dan sabar.

Ramuan mujarab ini selain menghapuskan dosa juga akan melonjakkan vitalitas keimanan dan akan meledakkan energi keislaman yang akhirnya mengokohkan akar ihsan kita. Selamat mencicipi ramuan mujarab pelebur dosa. Anda akan merasakan khasiatnya yang luar biasa.

Artikel dari : Republika.co.id