Kamis, 17 Januari 2013

Hidup untuk Yang Maha Hidup


Oleh : Cecep Y Pramana

dakwatuna.com - Nabi SAW pernah menggambarkan bahwa hidup ini tidak ubahnya seorang musafir yang berteduh sesaat di bawah pohon yang rindang untuk menempuh perjalanan tiada batas. Oleh karena itu, bekal perjalanan tiada batas itu mesti disiapkan semaksimal mungkin. Karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa (QS. Al-Baqarah: 197).

Allah SWT menggariskan kepada kita tentang kehidupan akhirat. “‘Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al A’laa: 17). Kehidupan jasad kita hanyalah sementara di dunia. Sedangkan kehidupan ruh, ia akan mengalami lima fase, yaitu: alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam barzah, dan alam akhirat. Berarti hidup di dunia hanya terminal pemberhentian menuju akhirat yang kekal.

Karena hidup adalah hanyalah sekumpulan hari, bulan, dan tahun yang berputar tanpa pernah kembali lagi. Dan setiap hari umur kita akan bertambah, namun usia berkurang. Hal itu berarti kematian semakin dekat.

Seharusnya kita semakin arif dan bijak dalam menjalaninya. Tetap dalam kesalehan, bertambah kuat aqidah, semakin khusyuk dalam beribadah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Pada puncak kebaikan itu lalu kita wafat, itulah husnul khatimah.

Hidup ini ada di bawah aturan yang telah ditentukan Allah SWT. Segalanya digulirkan dan digilirkan. Hidup lalu mati, kecil akhirnya membesar, muda lama kelamaan akan tua, dan muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Semua itu adalah fana.

Namun, di tengah-tengah kefanaan itu, umat Rasulullah SAW adalah yang paling sukses, sebagaimana dijelaskan dalam hadits bahwa umat Rasulullah adalah yang paling banyak mengingat mati, lalu ia akan mempersiapkan hidup setelah mati.

Akhirnya, mereka yang mengaku ‘cerdas’ akan mengetahui, lalu sadar dan yakin, bahwa hidup ini bukan untuk mati, akan tetapi mati itulah untuk hidup. Hidup bukan untuk hidup, tetapi untuk Yang Maha hidup, yaitu Allah Rabbul Izzati.

Karena itu, jangan pernah takut mati, namun jangan mencari mati. Jangan lupa mati, dan rindukanlah mati. Kenapa? Karena, kematian adalah pintu berjumpa dengan-Nya. Perjumpaan terindah antara kekasih dengan Kekasihnya.

Orang yang bertaqwa adalah orang yang sangat cerdas. Ia tidak akan mau terjebak pada “kenikmatan” sesaat, namun menderita berkepanjangan. Karena itu, ia akan selalu mengelola hidup yang sesaat dan singkat ini menjadi sangat berarti untuk kehidupan panjang tanpa akhir nanti, yaitu akhirat.

“Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS Al Ankabut: 64).