Minggu, 05 September 2010

Mempertahankan Pencapaian Taubatan Nashuha

Selama bulan puasa, sekian banyak aktivitas positif yang kita lakukan. Sekian banyak pula kebiasaan lama yang kita tinggalkan. Kesadaran akan kesalahan dan dosa pun telah kita ‘bisikan’ kepada Allah, diserta dengan tekad untuk tidak mengulanginya. Itu semua dalam rangka menyucikan dan mengembangkan daya-daya positif kita sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.
Banyak pelajaran yang kita raih dari Ramadhan. Ia telah mengajar kita dan kita pun telah buktikan, bahwa apa yang pada mulanya terasa berat, dari hari ke hari semakin ringan dan ringan, hingga tak lagi terasa berat.
Melalui puasa juga kita buktikan nafsu bagaikan bayi. Memang pada mulanya ia meronta ketika akan disapih, tetapi jika ibu berkeras, pada akhirnya sang bayi menerima lalu melupakan tuntunannya.
Puasa juga membuktikan bahwa jiwa kita setelah berhasil menahan tuntutan nafsu-jiwa kita itu-memperoleh kenikmatan ruhani yang amat menyenangkan melebihi kesenangan dan kenikmatan jasmani. Memang demikian itulah jiwa manusia sehingga anak-anak dibawah umur pun merasakannya, sampai-sampai tidak jarang mereka tetap berkeras untuk berpuasa kendati ibu bapaknya melarang.
Selama Ramadhan kita merasa telah menemukan kembali fitrah kita yang merupakan potensi spiritualitas yang dapat mengantar manusia menyadari kesalahannya dan mengakuinya serta mendorongnya berhubungan dengan Zat Yang Maha Tinggi itu.
Kegiatan positif yang selama ini kita lakukan, bahkan fitrah yang kita temukan kembali itu harus diasah dan diasuh serta dikembangkan agar tidak mereduksi kemanusiaanya dan tidak menyia-nyiakan potensinya.
Janga mengeluhkan buruknya lingkungan atau menjadikannya dalih. Tetapi ciptakan lingkungan baru yang sehat. Baca dan tontonlah yang bermanfaat. Pilihlah teman sejawat yang mau menegur, dan membimbing. Tinggalkan keburukan dan tingkatkan amal serta pengabdian. Tidak harus yang besar, yang kecilpun jadilah. Berpagi-pagi Rasul Saw mengajarkan bahwa sedikit tetapi bersinambung lebih disukai Allah, dari pada banyak hanya sesekali. Tidak usah amalan sunah yang sulit. Menyingkirkan secuil sampah, bersedekah sebiji buah, bahkan senyum pun jadilah. Sebarkan salam/kedamaian kepada yang dikenal dan tidak dikenal. Ucapkan Subhanallah saat anda menemukan keindahan, Alhamdulillah saat merasakan nikmat, Allahu Akbar ketika bertemu dengan kebesaran Allah, demikian seterusnya. Islam tidak menuntut banyak, bahkan tidak membebani yang berat. Karena memang Allah swt tidak menghendaki sedikit kesulitan pun bagi hamba-hambanya bahkan sebaliknya menghendaki kemudahan [QS 2:185 dan QS 5:6]. Rasul Saw pun berkali-kali mengingatkan perlunya berkualitas ketimbang yang berat.
Itu sedikit dari banyak kiat yang dapat kita lakukan mempertahan dan meningkatkan kualitas pribadi kita dan menjadikan taubat kita di bulan Ramadhan itu merupakan Taubatan Nashuha. Pernahkan anda tahu ada susu yang telah kembali ke tempatnya sebelum diperah? Tidak bukan? Demikian itulah dosa yang telah dikerjakan, tidak akan terulang kembali, layaknya susu yang telah diperah itu. Demikian makna Taubatan Nashuha. Wa Allah A’lam.

Sumber: Bersama M.Quraish Shihab
http://quraishshihab.blogdetik.com

Rabu, 01 September 2010

Berlomba dalam Kebajikan

Bulan Ramadhan diibaratkan sebagai tanah yang subur. Apapun yang Anda tabur akan tumbuh subur, kendati Anda tak menaburi lahan dengan pupuk, atau benih yang Anda tanam kurang berkualitas. Karena suburnya, sehingga kendati Anda tidak menabur, lahan itu pun akan dipenuhi alang-alang.
Ada juga yang mengibaratkan bulan suci itu sebagai bulan sale [obral] yang supermarket-nya terdapat di mana-mana, serta terbuka sepanjang saat menawarkan aneka komuditi dengan harga yang sangat sangat murah. Yang dibutuhkan untuk meraihnya hanya melangkah satu dua langkah. bahkan menampakkan keinginan pun – walau tak melangkah – dapat mengundang pemilik supermarket mengirimkan sekian banyak hadiah untuk merangsang Anda melangkah ke sana. Dalam bahasa agama, keinginan tersebut dinamai niat yang tulus untuk berbuat kebajikan.
Banyak alternatif kebajikan yang dapat dilakukan di bulan suci ini. Anda tak perlu terlalu sedih, jika salah satu yang inginkan tak dapat Anda lakukan oleh satu dan lain hal. Saudara perempuanku! Anda tidak perlu kecewa tidak berpuasa atau mengaji karena tamu bulanan mengunjungi Anda!
Namun demikian kendati banyak lapangan kebajikan mengamalkan apa yang disukai Allah dan memilih prioritas amalan, adalah sesuatu yang sangat dianjurkan walau ini bukan berarti hanya berkonsenterasi penuh dalam amalan tersebut. Dalam berinteraksi dengan Allah, meski semua menguntungkan, tidak ada istilah high atau low risk – selama memenuhi kreteria yang ditetapkan-Nya - namun bisa jadi ada situasi yang menjadikan jenis amalan tertentu lebih menguntungkan saat ini ketimbang saat lain. Di sinilah diperlukan kearifan dan perlombaan untuk saling mendahului.
Perlombaan/persaingan dalam kebajikan berbeda dengan persaingan dalam dunia bisnis. Karena apa yang terhampar di alam raya ini sangat terbatas dibanding dengan apa yang terdapat di sisi Allah. Bahkan bisa jadi dalam dunia bisnis yang diperebutkan hanya satu tanpa ganti, apalagi jika pandangan hanya tertuju kepada sekarang dan di sini. Ini berbeda dengan berinteraksi dengan Allah yang bukan saja lapangan pengabdian kepada-Nya tidak terbatas. Karena pandangan mestinya tidak hanya di sini dan sekarang tetapi juga nanti dan masa datang di akhirat sana. “Apa yang di sisi kamu akan habis/lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [QS 16: 96].
Allah memerintahkan berlomba dan bersaing dalam kebajikan [QS 2: 14]. Setelah memerhatikan sekian banyak tuntunan agama, para ulama merumuskan bahwa La Itsâra fi al-qurbah / Tidak perlu mengalah dalam hal upaya mendekatkan diri kepada Allah. Ini karena lapangan pengabdian kepada-Nya amat luas tidak terbatas. Sehingga jika Anda mempertahankan upaya pengabdian yang Anda pilih, maka pihak lain, seandainya tidak memperoleh kesempatan yang sama, masih dapat menemukan lapangan lain yang tidak kurang nilainya dengan apa yang Anda lakukan. Memang jika lapangan pengabdian tersebut oleh satu dan lain hal menjadi terbatas, sedang ia amat dibutuhkan pihak lain, maka di sini akhlak Islam menganjukan untuk memberi kesempatan atau mengalah kepadanya. Ketika itu yang mengalah akan dianugerahi - tidak kurang dari apa yang mestinya dapat ia peroleh, atau apa yang diperoleh oleh siapa yang diberinya kesempatan itu. Dan dalam saat yang sama, yang memberi dapat melakukan pengabdian lain yang tidak kurang nilainya dari apa yang direncanakannya semula. Demikian, Wa Allah A’lam. « []

Sumber : Bersama M.Quraish Shihab
http://quraishshihab.blogdetik.com